Disclaimer: Artikel ini hanya bersifat pendapat pribadi tanpa intervensi dari pihak lain dan tanpa ada maksud menyindir pihak tertentu. Jika terjadi perbedaan perspektif dalam memaknai toleransi beragama, tolong salahkan diriku, jangan agamaku.
Kondisi perpolitikan Indonesia sedang memasuki sejarah yang paling menyedihkan. Semenjak serangkaian turbulensi yang terjadi pada pemilihan gubernur Jakarta 2017 silam, memang kondisi keberagaman masyarakat Indonesia mulai terganggu. Terutama dalam hal polarisasi etnis dan agama; misalnya saja kasus identitas etnis pribumi, penyerangan agama di beberapa provinsi, sampai pengusiran biksu di Tanggerang.
Hal ini menggelitik saya untuk menulis artikel politik, apalagi setelah mendengar pernyataan wakil ketua DPR RI yang mengatakan “Politik Identitas bukanlah suatu masalah“. Bahwa alasan memilih pemimpin berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan adalah hal yang wajar.
Hal ini sangat mengejutkan karena pernyataan itu keluar dari elit bangsa yang seharusnya mampu membawa persaingan politik kearah yang lebih rasional.